FOTO: Ini Peta Polusi Udara Dunia

Polusi Udara di Jakarta Meningkat
Sumber :
  • VIVAnews/Fernando Randy
VIVAnews -
Sidang Sengketa Pilpres, MK Pertimbangkan Hadirkan Mensos hingga Menkeu
Polusi udara telah menjadi isu bagi harapan hidup warga dunia. Tanpa disadari, mengutip sebuah penelitian baru, sekitar 2,1 juta jiwa meregang nyawa lebih awal akibat dampak polusi itu.

4 Pria Terkapar Babak Belur di Depan Polres Jakpus, 14 Anggota TNI Diperiksa

Guna mengingatkan risiko di masa depan, Jason Barat, asisten profesor ilmu lingkungan di
Kemenhub Pastikan Mudik 2024 Lancar, Intip Daerah Tujuan Terbanyak hingga Angkutan Terfavorit
University of North Carolina, bekerja sama dengan Badan Antariksa AS (NASA) merilis peta polusi udara seluruh dunia.

Peta ini berisi data pencitraan polusi udara dari 1 Januari 1850 hingga 1 Januari 2000. Peta itu juga menunjukkan rata-rata jumlah kematian per 1000 kilometer persegi per tahun.


Dan, wilayah yang tercatat dengan polusi paling besar yaitu China bagian timur, India bagian utara, dan hampir seluruh Eropa.


Dalam studi yang dipublikasikan Jurnal
Environmental Research
itu, negara Barat diperkirakan menyumbang 2,1 juta kematian per tahun akibat tingkat partikel halus (FMP).


Partikel FMP terdiri dari debu, jelaga yang berukuran 2,5 mikrometer atau lebih kecil dari itu. Material kecil ini kemudian tenar dengan sebutan partikel 2,5 atau PM2,5.


Meski kecil dan mungkin lembut, PM2,5 berdampak pada paru-paru seseorang. Ironisnya lagi, PM2,5 berasal dari knalpot kendaraan serta sumber industri, domestik maupun sumber alami lainnya.


Pada peta yang diposting dari blog NASA Earth Observatory, area cokelat gelap menandakan area dengan kematian prematur lebih tinggi dibandingkan area coklat muda.


Sementara area biru menunjukkan area yang lebih sehat, mengalami peningkatan kualitas udara sampai 1850 dan merupakan area minim kematian dini.



"Daerah China timur, India utara, dan Eropa merupakan daerah yang menyumbang PM2,5 terbesar ke atmosfer sejak revolusi industri dimulai," jelas postingan blog tersebut.


Daerah lain, bagian tenggara Amerika Serikat terlihat mengalami penurunan PM2,5 sebelum adanya pengembangan revolusi industri.


"Penurunan PM2,5 kemungkinan berkaitan dengan penurunan pembakaran biomassa lokal yang telah berjalan selama 160 tahun," jelas postingan itu.


Earth Observatory NASA mengklaim partikel polusi itu bisa bertahan di udara selama berhari-hari bahkan berminggu-minggu dan berisiko menyerang pernafasan dan jantung warga dunia. (umi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya