Energi Alternatif Masih Sulit Dipopulerkan di Indonesia

Sumber :
  • Antara/ Nyoman Budhiana
VIVAnews
Tidak Fokus Berkendara, Pengendara Motor Tabrak BMW Seri 5
- Di sejumlah negara, energi terbarukan sudah disiapkan menjadi alternatif sumber energi di masa depan. Ini mengingat energi berbasis fosil memiliki keterbatasan dan persediannya makin tipis.

4 Tim Lolos 8 Besar Piala Asia U-23, Indonesia Siap Nyusul?

Pemerintah Indonesia sudah memiliki rencana mempopulerkan energi alternatif itu. Tapi, menurut kalangan pelaku industri, aplikasi energi terbarukan di Indonesia masih sangat kecil.
Bikin Silau, Harga Emas Antam Kembali Tembus Rekor Tertinggi


"Pada 2025, Indonesia kan punya rencana energi terbarukan bisa mencapai 20 persen dari total energi. Saat ini persentase energi terbarukan masih kecil, hanya 6 persen," ungkap M Syafrie Syarief, Direktur Utama PT Swadaya Prima.


Dari persentase itu, porsi energi tenaga surya masih kalah dengan jenis energi terbarukan yang lain. "Kalau energi surya di bawah 1 persen, bahkan bisa sampai 0,3 persen. Yang paling banyak itu energi geothermal (panas bumi) dan tenaga air saja," tambah dia.


Namun, Syarief menjelaskan problem energi terbarukan saat ini hanya bersifat lokal, dan kadang untuk distribusi energi mengalami kendala. Ia mengatakan potensi energi tenaga surya lebih besar dilihat dari ketersediaan dan distribusi energi.


"Energi geothermal itu tidak semuanya ada, hanya di daerah tertentu saja. Tenaga air juga begitu. Nah kelebihan energi matahari ada di mana saja," jelasnya.


Cuma Pelengkap

Insan Boy, General Manager Canadian Solar Kawasan Asia Tenggara, menambahkan meski punya potensi, energi tenaga surya hanya bersifat pelengkap energi dibanding sebagai pengganti energi fosil.


Namun menurut Insan, energi surya bisa jadi solusi untuk pengembangan listrik di kawasan Indonesia Timur. Problem pengembangan listrik di kawasan itu masih terkendala dengan infrastruktur demografi kepulauan.


"Kalau bertahan dengan PLTD (pembangkit listrik tenaga diesel) Indonesia timur nggak mungkin. Biaya akan terus naik. Kalau kita bangun PLTS (pembangkit listrik tenaga surya) harga listrik setelah 20 tahun akan terus sama," jelas Insan.


Untuk itu pihaknya berharap pengenalan energi surya bisa mendapatkan ruang yang lebih terbuka. Saat ini, ia mensyukuri adanya konsep penetapan insentif tarif listrik pemerintah, Feed in Tariff, bagi perusahaan pengembang energi terbarukan.


Kebijakan itu pada dasarnya mekanisme kebijakan penetapan tarif listrik untuk energi baru terbarukan, dengan harga listrik berbeda-beda di setiap daerah sesuai nilai investasi, lokasi pembangkit, kapasitas pembangkit, dan jenis energi terbarukan yang dimanfaatkan di masing-masing daerah.


Selain itu juga memberikan jaminan terhadap harga energi baru terbarukan dalam jangka panjang. Jaminan harga dan pembelian dalam jangka panjang itu pada gilirannya akan menarik minat investor dan mengembangkan bisnis energi terbarukan. (umi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya